Penolakan Warga Parepare Terhadap Pembangunan Sekolah Kristen Gamaliel

0 Comments

 


    Warga Parepare, Sulawesi Selatan, mengadakan demonstrasi pada Jumat, 20 September 2024, untuk menolak pembangunan Sekolah Kristen Gamaliel. Mereka mengklaim proyek ini melanggar regulasi yang ada mengenai pendirian sekolah. Aksi ini diorganisir oleh Forum Masyarakat Muslim Parepare (FM2P) dan berlangsung di lokasi pembangunan di Kelurahan Watang Soreang, Kecamatan Soreang.
   Perwakilan FM2P, Fahri Nusantara, menyatakan, “Kami menolak pemaksaan pembangunan Sekolah Kristen Gamaliel di daerah ini.” Ia menegaskan bahwa tujuan utama demonstrasi ini adalah menghentikan pembangunan dan memindahkannya ke lokasi yang lebih sesuai. Para demonstran juga melakukan aksi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Parepare untuk memperkuat tuntutan mereka.
            Fahri menekankan bahwa proyek ini tidak mematuhi regulasi yang berlaku, termasuk Surat Edaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ia berpendapat bahwa izin pendirian sekolah seharusnya mengikuti peraturan Permendikbud dan dikeluarkan oleh pemerintah daerah. “Izinnya seharusnya belum ada yang diterbitkan dan harus mengacu pada Surat Edaran Kementerian,” tambahnya.
         Dia juga mengklaim bahwa keberadaan Sekolah Kristen Gamaliel tidak memenuhi kebutuhan masyarakat setempat. Menurutnya, di Kelurahan Watang Soreang masih banyak sekolah yang kekurangan murid, sehingga tidak ada kebutuhan untuk menambah sekolah baru. Selain itu, Fahri mengungkapkan kekhawatiran mengenai dokumen lingkungan yang dianggap tidak akurat, karena tidak ada survei terkait potensi risiko sosial yang mungkin muncul.
         Di sisi lain, Sinta, Wakil Ketua Yayasan Pendidikan Kristen Gamaliel, merespons penolakan tersebut dengan menegaskan bahwa mereka telah memenuhi semua izin yang diperlukan. “Kami telah melengkapi semua persyaratan yang diminta, sehingga kami memulai proses pembangunan,” ujarnya.
            Polemik ini bukanlah yang pertama kali. Sebelumnya, pada 6 Oktober 2023, massa juga melakukan demonstrasi menolak pembangunan sekolah tersebut. Sinta menjelaskan bahwa mereka telah mengumpulkan dana untuk pembangunan dan menekankan bahwa sekolah ini bukan untuk mencari keuntungan.
          Pihak Yayasan Pendidikan Kristen Gamaliel menegaskan bahwa mereka memiliki izin yang lengkap dan siap untuk melanjutkan pembangunan. Rachmat S Lulung, kuasa hukum yayasan, menegaskan bahwa sekolah ini terbuka untuk umum dan tidak hanya untuk anak-anak beragama Kristen.
         Situasi ini mencerminkan ketegangan antara kebutuhan pendidikan dan sensitivitas sosial di masyarakat, serta pentingnya dialog antara semua pihak terkait untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.

hipmipareunm

Kritik dan Saran.

0 Comments: