Kawal Putusan MK Seluruh Daerah di Indonesia Gelar Aksi Serentak
Hari Kamis (22/8/2024), berbagai daerah di Indonesia menggelar aksi demonstrasi serentak untuk Kawal Putusan MK. Aksi ini merupakan respons terhadap revisi UU Pilkada yang dilakukan oleh Panitia Kerja (Panja) Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Demonstrasi ini tidak hanya diikuti oleh mahasiswa, tetapi juga masyarakat dari berbagai lapisan, yang menyuarakan tuntutan mereka atas revisi undang-undang yang dinilai penting untuk proses demokrasi yang lebih inklusif.
Aksi Kawal Putusan MK ini dilakukan tidak lama setelah MK menyampaikan putusan terkait ambang batas pencalonan kepala daerah melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024. Putusan tersebut menurunkan ambang batas pencalonan, membuka peluang bagi lebih banyak partai, termasuk partai nonparlemen, untuk mengusung calon kepala daerah.
Ketua MK, Suhartoyo, dalam sidang pembacaan putusan yang digelar pada Selasa (20/8/2024) menyatakan, "Putusan ini memberikan kesempatan lebih luas bagi partai-partai nonparlemen untuk ikut serta dalam pencalonan kepala daerah." Keputusan ini disambut baik oleh berbagai pihak, terutama oleh Partai Buruh dan Partai Gelora, yang mengajukan permohonan ini ke MK.
Namun, sehari setelah putusan MK, DPR bersama pemerintah segera menggelar rapat untuk membahas revisi UU Pilkada. Wakil Ketua Badan Legislasi DPR, Achmad Baidowi, yang akrab disapa Awiek, menjelaskan, revisi ini dilakukan untuk menyesuaikan undang-undang dengan putusan MK, terutama dalam mengakomodir partai nonparlemen. Meskipun demikian, masyarakat mengkhawatirkan bahwa revisi tersebut bisa saja melemahkan substansi dari putusan MK.
Namun, ada upaya dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menolak Putusan dari MK dengan merevisi Undang-Undang (UU) Pilkada. Hal ini dianggap menjegal Langkah putra bungsu Presiden Jokowi yaitu Kaesang Pangarep yang di wacanakan untuk maju pada Pilkada Jawa Tengah 2024 karena usianya baru 29 tahun.
Dalam rapat yang digelar di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta pada rabu (21/8/2024) Penolakan tersebut diambil Baleg DPR yang berencana merevisi UU Pilkada jelang Pilkada serentak pada November 2024. Dilansir dari Kompas.com alasan DPR menolak putusan MK karena mayoritas fraksi, selain PDI-P, menilai putusan MK maupun MA sama-sama bisa diambil salah satunya.
Fraksi ini menilai putusan Mahkamah Konstitusi telah memberikan kewenangan kepada DPR untuk menentukan keputusan mana yang akan dilaksanakan dalam revisi UU Pilkada sebagai keputusan politik masing-masing partai. Namun, PDI Perjuangan melontarkan argumen yang secara khusus meminta Baleg DPR mematuhi keputusan MK. Menurut PDI Perjuangan, putusan MK dinilai lebih tinggi karena menguji UU Pilkada terhadap UUD 1945.
Dilansir dari Kompas.com, Ahli hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Oce Madril menegaskan, putusan MK bersifat final dan mengikat.Oce turut mengatakan, putusan MK bersifat erga omnes atau bermakna mengikat untuk semua pihak tanpa terkecuali.
Oleh karena itu, dia menilai, semua pihak termasuk dalam hal ini DPR, KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), partai politik, maupun masyarakat luas, harus mematuhi isi putusan MK. "Apabila ada pihak-pihak yang tidak mematuhi putusan MK, maka tindakan tersebut termasuk perbuatan melawan hukum," tuturnya. Meski informasi tentang pembatalan revisi undang-undang telah beredar luas di media sosial, aliansi tersebut menegaskan komitmennya untuk tetap mengawal putusan MK.
Sedangkan situasi daerah Makassar, ribuan Mahasiswa turun ke jalan, aksi demonstrasi ini mengangkat isu terkait mengawal Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam Keputusan itu ditegaskan terkait batas syarat usia minimal ketika seseorang hendak maju sebagai calon kepala daerah, baik itu Gubernur, Bupati, atau Walikota, yaitu setidaknya harus berusia 30 Tahun. Dalam Keputusan itu diatur juga mengenai syarat ambang batas atau Threshold bagi partai politik atau gabungan partai politik yang ingin mengusung calon kepala daerah pada pilkada tahun ini.
Sampai saat ini 26 Agustus 2024 masyarakat dan mahasiswa masih terus bersuara di depan kantor DPRD kota Makassar.
0 Comments: