ANTARA SISWA GEN-Z YANG LEBIH SENSITIF ATAU HAK ANAK YANG TERLINDUNGI? MENGAPA KASUS SEPELE BISA MEMBAWA GURU KE JERUJI BESI?

0 Comments

   Pendidikan adalah elemen terpenting dalam kemajuan suatu negara. Negara yang menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama akan menciptakan generasi yang mampu
bersaing dan membawa perubahan positif. Namun, meskipun pendidikan di Indonesia telah
banyak mengalami perkembangan,berbagai tantangan masih tetap ada. Salah satu tantangan
besar yang sering muncul adalah hubungan antara orang tua dan guru, terutama ketika terjadi perbedaan persepsi terkait cara mendidik dan menegur siswa.
     Dalam beberapa kasus, orang tua seringkali merasa marah atau tersinggung ketika anakmereka ditegur oleh guru di sekolah. Teguran yang diberikan oleh guru yang seharusnya bertujuan untuk mendisiplinkan siswa, kadang dianggap oleh orang tua sebagai tindakan yang tidak adil atau bahkan memalukan anak mereka. Misalnya, ketika seorang siswa berbicara terus-menerus di kelas dan mendapat teguran keras, orang tua sering kali datang ke sekolah dengan emosi tinggi, mempertanyakan kompetensi guru, dan merasa bahwa anak mereka diperlakukan dengan tidak pantas. Reaksi ini dapat memperburuk hubungan antara orang tua dan sekolah,serta berdampak negatif pada perkembangan psikologis dan mental anak.
     Penting untuk dicatat bahwa pendidikan bukan hsanya tentang transfer pengetahuan, tetapi juga tentang membangun karakter dan kesehatan mental siswa. Dalam hal ini, hubungan yang harmonis antara orang tua dan guru sangat dibutuhkan untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif. Teguran yang dilakukan dengan cara yang tidak sesuai atau dipersepsikan secara negatif dapat menimbulkan dampak psikologis yang merugikan siswa,sehingga perlu adanya pemahaman yang lebih baik antara orang tua dan guru tentang bagaimana cara mendidik dan menegur yang efektif. Saat ini kita tidak asing dengan sebuah bahasa “Menuju Indonesia Emas 2045”, sebuah kalimat yang ketika kita baca begitu sederhana, namun dibalik itu ternyata memiliki sebuah makna dan harapan yang begitu besar bagi bangsa. Gen-z saat ini telah mendominasi dunia pendidikan, dengan karakternya yang lebih terbuka dalam berbagai aspek kehidupan, pemikiran yang kritis, lebih peka dan kemudian lebih berani terhadap menyuarakan pendapat, membuat siswa Gen-Z memiliki karakter keunggulannya tersendiri. Di topang dengan perkembangan akses informasi dan media sosial membuat mereka lebih peka dan sensitif dalam memandang kekerasan atau perlakuan yang tidak adil, baik itu secara fisik ataupun verbal. Perkembangan teknologi bisa di ibaratkan pisau bermata dua, ketika kita tidak mampu menelaah dan mengarahkannya ke dampak positif maka akan melukai diri kita, begitupun sebaliknya. Disisi lain, dampak media sosial dan kemajuan teknologi adalah salah satu masalah uata yang dihadapi oleh guru saat ini. Adanya penyebaran informasi secara online yang cepat terlebih ketika tidakdiiringi dengan informasi lengkap mampu menggiringopini negatif terhadap poisisi seorang guru. Dalam menghadapi problematika ini, tentu diperlukan sebuah solusi yang bijaksana dan sistematis. Salah satu kemudian cara yang hadir adalah kita bisa memberikan pengajaran dan pelatihan yang lebih bagi guru agar mampu memahami bagaimana cara mengelola emosi dan komunikasi kepada siswa tanpa harus melanggar hak-haknya. Artinya disini guru bisa lebih dipahamkan perbedaan antara tindakan yang mendidik dan kekerasan, serta bagaimana guru mampu menerapkan disiplin yang lebih humanis dan berusaha untuk tidak menyinggung perasaannya. Disisi lain, siswa tentu perlu di berikan pemahaman tentang bagaimana cara melaporkan tindakan yang tidak adil dengan cara yang bertanggung jawab. Siswa tentu harus tahu bahwasanya tidak semua tindakan guru yang tegas atau kritis dapat di anggap sebagai tindakan kekerasan. Pendidikan mengenai hak dan kewajiban siswa serta batasan-batasan dalam melapor sangat penting untuk diketahui oleh siswa dapat yang enciptakan lingkungan yang sehat di sekolah. Selain itu, hal penting bagi pihak sekolah untuk menyediakan pendampingan psikologi untuk siswa yang sewaktu-waktu bisa saja merasa tertekan dengan adanya perlakukan pihak sekolah. an mereka di sana. Psikolog atau konselor dapat membantu mengevaluasi masalah secara objektif dan menawarkan solusi terbaik, tanpa harus melalui ranah hukum.
    Pendidikan yang baik dan ideal harusnya memiliki nuansa yang nyaman, aman dan penuh
kasih sayang di tiap bagiannya, baik siswa yang merasa sebagai seorang anak yang didik dengan
kasih sayang dan seorang guru seperti orang tua yang mendidik dengan kelembutan dan ketegasan. Sebagai seorang siswa sangat wajib kita bisa merasa untuk dilindungi, namun harus
juga dipahami bahwa guru memiliki sebuah tanggung jawab dalam mendidik siswa. Oleh karena itu perlu ada yang namanya keseimbangan antara hak perlindungan anak yang dalam hal ini dijamin oleh UUD Perlindungan Anak dan kewajiban guru dalam mendidik dengan efektif. Dengan kolaborasi yang baik antara pihak sekolah, guru, siswa, dan orang tua, diharapkan lingkungan pendidikan bisa menciptakan suasana yang aman, adil, dan penuh rasa saling menghargai, tanpa menimbulkan ketegangan yang berujung pada proses hukum yang berlebihan.
      Seorang siswa, terutama di usia muda, sedang berada dalam tahap perkembangan emosional dan psikologis. Tindakan atau teguran dari guru mungkin dapat dianggap berlebihan dan memicu reaksi emosional yang kuat. Sangat penting untuk memahami bahwa setiap siswa memiliki hak untuk merasa aman dan nyaman di lingkungan sekolah. Kebijakan yang melindungi hak-hak siswa sangat diperlukan untuk mencegah tindakan yang tidak sesuai di lingkungan pendidikan.
      Di sisi lain, guru memiliki tanggung jawab besar untuk mendidik dan membentuk karakter siswa. Dalam melaksanakan tugasnya, guru sering kali dihadapkan pada situasi yang menuntut tindakan disipliner. Penting bagi masyarakat untuk memahami bahwa kebanyakan guru bertindak dengan itikad baik dan bertujuan mendidik. Perlindungan hukum bagi guru juga penting untuk memastikan mereka dapat menjalankan tugasnya tanpa rasa takut atau khawatir.Salah satu contoh kasus ini adalah seorang guru di Kota Parepare bernama Darmawati,yang mengajar di SMAN 3 Parepare. Ia harus mendekam di penjara dan menghadapi panjangnya proses persidangan karena tuduhan melakukan pemukulan terhadap siswa yang membolos salat jamaah zuhur. Padahal, Darmawati hanya menepuk pundak siswa tersebut dengan mukena. Hasil visum juga menunjukkan tidak ada luka sedikit pun di pundak siswa tersebut.
    Melihat data secara nasional, kasus guru sebagai korban kekerasan memang ada. Namun,
kasus guru sebagai pelaku kekerasan terhadap siswa jauh lebih banyak. Kasus kekerasan guru
terhadap peserta didik maupun sebaliknya sebenarnya sudah terjadi sejak dulu. “Fenomena orang tua menggugat guru ini bagian dari keterbukaan informasi dan pemahaman terhadap semua pihak terkait dengan bagaimana proses pendidikan dan pengajaran harus dilakukan,” ungkap Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, pada 23 November 2024.

    Kesimpulan dari artikel ini adalah bahwa keseimbangan antara perlindungan hak siswa dan dukungan terhadap tugas guru sangat penting untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif. Guru membutuhkan perlindungan hukum agar dapat mendidik dengan efektif, sementara siswa harus merasa aman dan dihormati. Kolaborasi antara sekolah, guru, siswa, dan orang tua menjadi kunci untuk menghindari konflik dan menciptakan suasana pendidikan yang harmonis.

SUMBER :
Liputan6.com. (2017, Juli 28). Vonis penjara bagi guru agama yang kibaskan mukena ke siswa. Diakses pada 2 Desember 2024, dari https://www.liputan6.com/regional/read/3039625/vonis-penjara-bagi-guru-agama-yang-kibaskan-mukena-ke-siswa

hipmipareunm

Kritik dan Saran.

0 Comments: